Diduga Jatah Tak Seimbang, Papan Bunga Proyek Tanpa KW Muncul

By Redaksi - Sunday, 05 March 2023

Pematangsiantar - Spanduk dan papan bunga yang dipasang di beberapa tempat, bertuliskan tentang tidak adanya KW atau kewajiban untuk membayar kepada Kepala Dinas (Kadis) dalam mendapatkan proyek, menjadi sorotan dari sejumlah kalangan masyarakat, salah satunya Piliaman Simarmata.

Papan bunga dan spanduk yang membahas KW itu diharapkan tidak hanya isapan jempol semata tetapi harus dapat diwujudkan dalam kerja nyata. "Kita mendukung jika benar tidak KW, dan itu bagus asal dapat dibuktikan," katanya, Minggu (5/3/2023).

Ia mengatakan, KW itu terjadi tidak lepas dari praktek atau fakta-fakta yang terjadi selama ini. Jika ingin mendapatkan proyek, maka uang kewajiban atau KW dengan jumlah puluhan persen dari pagu proyek harus disetor kepada oknum pejabat.

Bicara KW, Direktur Eksekutif Komisi Pengawasan Pengadaan Barang dan Jasa (KP2Baja) Sumatra Utara menjelaskan, bahwa itu menjadi alat untuk korupsi yang bisa disebut lazim di Indonesia. Menilik praktek KW, maka ibarat orang sakit, situasinya sudah masuk pada fase stadium akhir. Hal ini menjadi lingkaran setan karena pejabat dari berbagai instansi seolah ikut berkolaborasi demi mendapatkan keuntungan dari proyek. Praktek korupsi ini pun telah membuat dua orang Walikota Pematangsiantar masuk penjara.

"Parah dan kronis, bisa dibilang sudah komplikasi pula. Oknum penegak hukum, yang tadinya menjadi lembaga dalam mengawasi proyek agar tidak terjadi korupsi dengan tujuan pembangunan dapat dirasakan masyarakat, justru ikut bermain proyek barang dan jasa. Jadi pemain dengan wasit sudah sama-sama terlibat dalam permainan kotor ini," ujarnya.

Menurut Piliaman Simarmata, permainan proyek yang tidak lepas dari KW, pun turut melibatkan anggota DPR atau DPRD hingga pimpinan dari lembaga rakyat tersebut.

Parahnya, lembaga ini membentuk divisi pengadaan barang dan jasa. Mirisnya, pada setiap pembahasan anggaran, DPRD di Kota Pematangsiantar dinilai fokus bagaimana dana APBD itu menjadi keuntungan pribadi, tentu jalurnya dari proyek yang nantinya akan dikerjakan.

Biasanya, kata Piliaman Simarmata, proyek yang akan dibagikan kepada anggota DPRD itu menjadi pengganti uang ketok penetapan anggaran atau APBD. Kemudian aparat penegak hukum tak mau ketinggalan untuk mendapatkan jatah yang sama. Situasi ini membuat penyedia jasa, suka tak suka harus ikut bermain kotor agar dapat bagian pekerjaan atau proyek dengan cara memberikan KW.

"Keadaan sebenarnya sungguh menyeramkan karena biaya proyek dipaksakan tidak lebih dari Rp 200 juta. Dana proyek pada satu objek, yang tadinya lebih dari Rp 200 juta dipecah-pecah. Padahal secara prinsip proyek itu tidak bisa dipecah. Tujuan dari pemecahan itu, biar tidak masuk dalam lelang terbuka, sehingga penentuan siapa yang akan mengerjakan proyek dapat ditunjuk langsung oleh Pejabat Pembuat Komitmen (PPK). Inilah yang disebut praktek membagi jatah proyek," terangnya.

Membahas soal KW yang ada di spanduk dan papan bunga, menurut Piliaman Simarmata, menjadi salah satu gambaran yang menyatakan bahwa akhir -akhir ini banyak pihak yang panik sekaligus menjadi pertanda bahwa pembagian tidak seimbang antara legislatif dan yudikatif. Persoalan ini memanas dari tahun 2022.

"Saya kira inilah yang memicu spanduk dan papan bunga itu muncul. Karena di balik itu muncul statemen dan pernyataan yang liar akibat merasa tidak adil. Dan sekarang masing pihak menunjukkan taringnya. Eksekutif sengaja memperlambat pelaksanaan pengerjaan proyek hingga mepet di akhir tahun 2022 sehingga akhirnya pekerjaan tidak terbayarkan," ucapnya.

"Kisruh hubungan ini diduga karena pembagian jatah di lingkungan Pemko Pematangsiantar. Akibatnya pekerjaan rekanan atau kontraktor banyak tidak dibayar walau proyek sudah selesai dikerjakan. Muara dari kisruh ini rekanan menderita," kata mengakhiri.