Lewat Festival Ekonomi Syariah, BI Perkuat Ekonomi Nasional

By Redaksi - Saturday, 06 August 2022

Banda Aceh - Deputi Bank Indonesia, Dody Budi Waluyo membuka secara resmi Festival Ekonomi Syariah (FESyar)Sumatera tahun 2022, di Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh, Kamis (4/8/2022).

FESyar ini rangkaian menuju puncak kegiatan ISEF (Indonesia Sharia Economic Festival) di bulan Oktober mendatang.

FESyar ke 6 di Sumatera tersebut mengambil tema “Sinergi Ekonomi dan Keuangan Syariah Untuk Memperkuat Pemulihan Ekonomi Sumatera yang Inklusif”.

Budi Waluyo menjelaskan, guna mencapai target, FESyar akan dilaksanakan berbagai kegiatan strategis dalam mendorong akselerasi ekosistem ekonomi dan keuangan syariah di

Provinsi Aceh, antara lain Sharia Economic Forum dan Sharia Fair yang mencakup beberapa agenda seperti talkshow, webinar, dan berbagai kegiatan untuk mendukung peningkatan kapasitas dan kapabilitas pelaku usaha syariah seperti showcasing dan business matching.

Dengan tema tersebut, ia berharap dapat menunjukkan semangat dan komitmen bersinergi di pusat maupun daerah dalam mendukung upaya pemulihan ekonomi. Lebih khusus, faktor sejarah dan budaya Aceh yang kemudian dikenal sebagai serambi Mekah tentunya akan memberi daya dorong yang positif bagi tumbuh kembang ekonomi dan keuangan syariah yang inklusif dan berkelanjutan.

"Bagaimanapun, kami melihat bahwa di Provinsi Aceh adat dan hukum merupakan suatu kesatuan yg tak bisa dipisahkan, maka implementasi ekonomi dan keuangan syariah insyaAllah akan senantiasa mewarnai aktivitas masyarakat di Bumi Serambi Mekkah," terangnya.

Dalam beberapa tahun terakhir industri halal di dunia terus mengalami perkembangan yang menjanjikan. Meskipun dunia sempat dilanda pandemi dan sebagian besar masyarakat mengurangi aktivitasnya di publik, namun permintaan terhadap produk-produk halal masih menunjukkan pertumbuhan positif.

Pada laporan yang dirilis oleh Dinar Standard, disebutkan bahwa sektor Halal Food Indonesia pada tahun 2022 ini bahkan mengalami kenaikan peringkat secara global, yakni dari peringkat ke 4 menjadi peringkat ke 2. Hal ini tentu saja berita menggembirakan, terutama ditengah arah kebijakan pemerintah dalam payung KNEKS yang tengah fokus menggarap sektor halal food secara serius melalui berbagai program prioritas, seperti peningkatan sertifikasi halal, penyusunan komodifikasi data produk halal, dan penguatan neraca perdagangan produk bersertifikat halal nasional.

Meski demikian, laju pemulihan ekonomi global masih dihadapkan pada tantangan yang cukup berat dari sisi eksternal sehingga berdampak kepada proyeksi pertumbuhan ekonomi dunia yang diprakirakan lebih rendah akhir tahun ini. Pada pertemuan di bulan Juli lalu, Presidensi G20 Indonesia kemudian mengelompokkan tantangan global tersebut kedalam 5 isu utama.

Pertama, bagaimana mengatasi isu kesehatan dan ketahanan pangan. Kedua, bagaimana mengintegrasikan berbagai kebijakan makroekonomi menjadi bauran kebijakan yang efektif. Ketiga, bagaimana menerapkan bauran kebijakan tersebut untuk menjaga stabilitas makro ekonomi dan sistem keuangan serta memperkuat pemulihan.

Keempat, bagaimana CBDC dirancang sehingga dapat memfasilitasi konektivitas pembayaran lintas negara namun tetap menjaga stabilitas moneter dan sistem keuangan, dan kelima bagaimana sinergi dan dukungan keuangan berkelanjutan menuju net zero carbon emissions.

Guna merespons tantangan-tantangan tersebut, tidak dapat hanya bertumpu pada satu bentuk kebijakan, sehingga diperlukan dukungan serta peran aktif dari pengembangan kegiatan usaha syariah di daerah, terutama dalam hal memastikan terjaganya ketahanan pangan di masyarakat. Secara statistik, pada Tw I 2022, sektor aktivitas usaha syariah mencatat pertumbuhan sebesar 4,73% (yoy) lebih tinggi dibandingkan Tw sebelumnya yang sebesar 4,45%.

Hal ini merupakan modal yang baik untuk terus meningkatkan daya ungkit industri halal di daerah dalam turut mendorong stabilitas dan laju pemulihan, seraya upaya untuk melakukan transformasi ekonomi tetap ditempuh melalui strategi korporasi, kapasitas dan pembiayaan bagi usaha mikro syariah.

Bank Indonesia sendiri akan terus memperkuat sinergi dan koordinasi dengan Pemerintah (Pusat dan Daerah) untuk mengelola tekanan inflasi dari sisi suplai dan mendorong produksi serta mendukung ketahanan pangan, maupun sinergi kebijakan bersama otoritas terkait dalam mendorong kredit/pembiayaan kepada pelaku usaha sektor prioritas untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif.

Menatap ke depan, kebijakan ekonomi dan keuangan syariah di dalam negeri memerlukan strategi pengembangan yang semakin inovatif dan kreatif untuk dapat meningkatkan daya saing global. Implementasi ke-3 pilar blueprint Eksyar (pemberdayaan ekonomi syariah, pendalaman pasar keuangan syariah, dan penguatan riset, asesmen dan edukasi) dalam hal ini mesti diselaraskan dengan isu-isu utama yang tengah dihadapi, diantaranya adalah ketahanan pangan dan pemanfaatan digitalisasi pada perekonomian.

Pada Pilar Pertama, Pilar Pemberdayaan Ekonomi Syariah akan menitikberatkan pada pengembangan sektoral usaha syariah. Program ini dilaksanakan pada 5 sektor unggulan yaitu sektor industri makanan halal, halal fesyen, sektor pariwisata halal, sektor pertanian dan sektor renewable energy.

Dalam pilar pertama ini, dilakukan penguatan model bisnis Halal Value Chain yang menghubungkan local value chain, ke tingkat global halal value chain ke pasar global yang tidak hanya bertujuan untuk meningkatkan ekspor, namun juga sebagai produk substitusi dari impor sekaligus mendukung ketahanan pangan pada komoditas tertentu.

Pada FESyar Sumatera tahun ini, webinar usaha pesantren akan difokuskan pada pembahasan dukungan usaha pesantren dalam ketahanan pangan pada komoditas penyumbang inflasi di wilayah Sumatera seperti cabe, bawang merah dan telur.

Salah satu dari pelaksanaan dari pilar pertama adalah implementasi program kemandirian ekonomi pesantren. Program ini telah dilaksanakan sejak tahun 2017 dan saat ini mencakup 554 Pesantren di berbagai wilayah Indonesia dengan 150 pesantren berada di wilayah Sumatera. 

Selain itu, terdapat program pengembangan usaha syariah non pesantren yaitu Industri Kreatif Syariah Indonesia (IKRA) dengan fokus pada sektor makanan halal dan fesyen muslim.

Keanggotaan IKRA nasional telah mencapai 532 usaha (280 UMKM di sektor makanan halal dan 252 UMKM di sektor fesyen muslim), dengan 137 usaha fesyen dan 118 usaha makanan berada di wilayah Sumatera.

Pada FESyar Sumatera ini, kegiatan IKRA juga mencakup fasilitasi digitalisasi pembayaran melalui QRIS dan on-boarding UMKM oleh kantor perwakilan BI di Sumatera.

Pilar Kedua, Pilar Pendalaman Pasar Keuangan Syariah. Pilar ini merefleksikan upaya peningkatan pembiayaan syariah untuk mendukung pengembangan usaha syariah. Cakupan pilar ini tidak terbatas pada keuangan komersial, namun juga pada sektor ZISWAF dan upaya integrasi keduanya. Pilar ini ditujukan untuk mengoptimalkan Islamic social finance dalam mendukung pembangunan ekonomi.

Sementara itu, Untuk memperkuat visi pengelolaan keuangan sosial syariah secara digital. Pada tanggal 26 Juli 2022 telah diluncurkan WIZSTREN yaitu lembaga pengelola ZISWAF dibawah HEBITREN yang didukung pula dengan platform digital aplikasi ‘wizstren.id’. Sementara pada FESyar Sumatera kali ini akan menampilkan peluncuran platform digital ZISWAF untuk pemberdayaan ekonomi produktif (Aceh Sharia Funding Aggregator/ASIFA) dan webinar optimalisasi ZISWAF terkait dukungan pembiayaan ZISWAF kepada komoditas ketahanan pangan.

Kemudian Pilar Ketiga, Pilar Penguatan Riset, Asesmen dan Edukasi termasuk sosialisasi dan komunikasi. Menjadi landasan tersedianya sumber daya insani yang handal, professional, dan berdaya saing. Berbagai bentuk program edukasi dan sosialisasi dilakukan untuk meningkatkan pemahaman masyarakat baik melalui jalur formal maupun non formal Bank Indonesia bersama stakeholder telah melakukan pula berbagai sosialisasi, kampanye, seminar, workshop, dan talkshow terkait Eksyar di berbagai wilayah termasuk di Sumatera dalam rangkaian road to FESyar. 

Berbagai upaya tersebut diharapkan berpengaruh terhadap tingkat pemahaman masyarakat atas ekonomi syariah, dimana berdasarkan survey literasi ekonomi syariah Bank Indonesia pada tahun 2019 dan 2021, terdapat peningkatan indeks literasi ekonomi syariah nasional dari sebelumnya 16,28% (2019) menjadi 20,01% (2021).

Tentunya semua upaya tersebut dilakukan agar masyarakat dapat berpartisipasi aktif dan memperoleh manfaat nyata dari pengembangan ekonomi dan keuangan syariah, termasuk masyarakat di wilayah Sumatera.

Ketiga pilar strategi utama tadi secara terintegrasi akan didukung pula oleh bauran kebijakan lainnya secara nasional dengan berbagai stakeholder terkait, untuk memastikan relevansinya yang semakin kuat dalam merespons tantangan di domestik dan global terkini.

Kategori